Saturday, March 15, 2008

Kompas 15-Mar-08: Banjir Bandang di Puncak

BENCANA ALAM
Banjir Bandang di Puncak
KOMPAS/WISNU WIDIANTORO / Kompas Images
Mahmud membersihkan lumpur dan batu yang terbawa banjir bandang dari dalam rumah milik saudaranya di Desa Tugu Selatan, Kampung Naringgul, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jumat (14/3). Banjir bandang akibat hujan deras di kawasan itu terjadi pada Rabu sore dan mengakibatkan 14 rumah rusak berat.
Sabtu, 15 Maret 2008 | 01:11 WIB

Oleh Ratih P Sudarsono

Ny Siti Maesaroh (42) kini waswas terus. Ia bersama anak, menantu, dan cucunya belum berani tidur di rumahnya di Kampung Pensiunan, Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Di kawasan itu sebanyak 47 rumah diterjang banjir bandang pada Rabu (12/3) petang, termasuk rumah Maesaroh.

Rumah memang sudah dibersihkan, tetapi malam nanti (Jumat 14/3) kami pilih tidur di rumah saudara di atas. Kami masih trauma dengan banjir bandang kemarin. Rumah saya penuh dengan air. Tingginya sampai leher saya,” ujarnya.

Selain rumah di Kampung Pensiunan, empat rumah di Kampung Persit, di bawah kampung itu juga mengalami kerusakan akibat diterjang banjir bandang. Di Kampung Naringgul, yang berada di atas Kampung Pensiunan, banjir bandang menerjang 35 rumah, di mana 12 rumah di antaranya mengalami rusak berat.

Agus (26) mengatakan, dirinya mengalami sendiri diterjang banjir bandang itu. Namun, dirinya belum bisa percaya bencana banjir bandang menimpa kampungnya yang berada di kawasan Puncak.

”Air di situ berputar-putar, warnanya hitam pekat, lalu semakin besar dan merendam rumah di kiri-kanannya,” kata anak bungsu Maesaroh ini.

Ia menunjuk saluran air selebar kurang dari 2 meter dengan kedalaman juga kurang dari 2 meter yang hanya lima langkah dari depan rumahnya. Di saluran air yang ternyata Sungai Ciliwung tersebut ada jembatan dari semen selebar 1 meter yang menghubungkan kedua sisi sungai.

Kedua sisi sungai itu sudah ditembok dan bantarannya adalah jalan kampung yang sudah disemen atau langsung tembok rumah warga. Begitulah rata-rata kondisi bantaran Sungai Ciliwung yang melintas di Kampung Pensiunan.

Lebar sungai, setelah bantarannya berubah menjadi jalan warga atau rumah atau jalan, bervariasi, 1-2 meter. Kedalamannya pun bervariasi dari 0,5 meter sampai 5 meter.

Kampung itu pun berada di lahan miring, sebagaimana kontur lahan perbukitan kawasan puncak. Rumah-rumah penduduk di sana dibangun ”mengikuti” kontur lahan, yang tanpa perencanaan sebagaimana pertumbuhan kampung pada umumnya di Indonesia.

Kondisi Kampung Naringgul juga demikian. ”Seumur-umur saya tinggal di sini, baru kali ini ada banjir bandang di Puncak,” kata Ketua RT Dayat Hidayat

Selain merusak rumah, empat bak penampungan air bersih warga dan dua bangunan MCK warga kampung hilang diterjang banjir bandang tersebut. Kemarin puluhan warga kampung bahu-membahu memperbaiki aliran air Sungai Ciliwung.

Batu-batu dan material lainnya yang menimbun badan sungai dikeruk dan diangkat. Mereka juga menyedot air yang menggenangi penampungan air di pinggir jalan jalur Puncak.

”Di bawah badan jalan ini ada gorong-gorong dengan diameter 2 meter. Sekarang celah di gorong-gorong itu tinggal sejengkal. Kalau hujan deras lagi, kami khawatir air bencana bandang terjadi lagi,” katanya.

Tak mampu menampung

Bencana air bah terjadi di kampung tersebut setelah hujan lebat mengguyur kawasan Puncak dan Danau Telaga Warna tidak mampu menampung seluruh air yang masuk ke sana. Selain itu, aliran air Sungai Ciliwung berbelok akibat sejumlah ruas sungai tersumbat material berupa batu dan lainnya yang tergerus akibat hujan lebat.

Kerusakan kian menjadi parah akibat jembatan-jembatan di atas aliran sungai itu terlalu rendah. Hal itu mengakibatkan laju material yang terbawa arus terhambat sehingga terjadi penumpukan yang membuat air terbendung.

Kondisi ini paling mencolok terlihat di pinggir Jalan Raya Puncak setelah tikungan selepas Masjid Atta’awun dari arah Bogor. Di situ ”jembatan” dibuat di atas aliran air sungai. Jembatan itu bagian dari pembangunan jalan ke atas perkebunan teh.

Menurut Dayat dan warga lainnya di sana, yang membangun jalan itu adalah Arifin, mantan kepala desa di sana. Kalau kebun tehnya milik PT Sari Bumi Pakuan Ciliwung. ”Kami tidak tahu jalan itu akan menuju ke mana karena jalan baru dibuat dan di ujung jalan itu belum ada bangunan,” kata Dayat.

Selain jembatan itu sangat rendah, batu-batu yang akan dipakai untuk membuat jalan itu juga menyumbat aliran air sungai. Dengan demikian, aliran berbelok menyeberangi badan Jalan Raya puncak.

Air pun lalu meluncur ke perkampungan di bawah badan jalan. Hal itu mengakibatkan puluhan rumah penduduk rusak. Kini masyarakat yang menanggung bebannya.

No comments: